Soal UU Wakaf dan UU Zakat, Ketua Umum MUI Banten: Mau Nggak Umat Islam Menjalankannya

Ketua Umum MUI Provinsi Banten Dr H AM Romly

Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten menyelenggarakan sosaisasi perundang-undangan di aula MUI Banten, Rabu (21/10). Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber di bidang hukum Islam yaitu Dr H E Zaenal Muttaqin MH MA (akademisi UIN SMH Banten), H Masduki MA (Ketua UPZ UIN SMH Banten), dan Prof Dr H B Syafuri M.Hum (Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Banten dan Direktur Pascasarjana UIN SMH Banten).

Ketua Umum MUI Provinsi Banten Dr H AM Romly saat membuka acara secara sepintas mengungkapkan perkembangan pembentukan hukum dan pengaruh syariat Islam dalam pembentukan hukum. Seperti lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

“Zakat dan wakaf merupakan bagian dari mekanisme pembagian dan pemerataan pendapatan dari para agniya yang disalurkan kepada para mustahik maupun lembaga keagamaan yang memerlukan. Sebagaimana kita ketahui, zakat dan wakaf awalnya hanya diatur berdasarkan syariat Islam secara normatif dan sosiologis, tapi alhamdulillah negara kita telah mengaturnya dalam hukum positif. Karena itu legalisasi itu perlu disosialisasikan untuk kemasalahatan umat,” ungkap Romly.

Romly menegaskan bahwa Undang-Undang Zakat dan Undang-Undang Wakaf itu kini tinggal dijalankan saja. “Tantangan kita menjalakannya. Mau nggak umat Islam menjalankan itu,” ungkap Romly.

Undang-undang lainnya, Romly menyebutkan Undang-Undang tentang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 dan perlu dibentuknya undang-undang yang mengatur tentang ekonomi syariah.

“Di negara Pancasila, aspirasi asas syariah dan keislaman agar dapat terakomodir kita perjuangkan dengan keras. Dan bisa berhasil. Di negara Pancasila, aspirasi keislaman diakomodir maka Pancasila harus kita rawat bersama. Pancasila sebagai pemersatu bangsa,” ungkap Romly.

Dr. A Zaini (moderator), Dr H E Zaenal Muttaqin, H Masduki MA, dan Prof Dr H B Syafuri.

Pada kesempatan itu, Dr H E Zaenal Muttaqin MH MA menyampaikan materi tentang Politik Hukum Islam Dalam Perundang-undangan di Indonesia. Menurutnya, masuknya syariat Islam dalam perundang-undangan di Indonesia merupakan suatu keniscayaan. Hukum itu lahir dari nilai-nilai dan kaidah yang hidup di masyarakat. “Hukum terbentuk berawal dari aspirasi masyarakat,” ungkapnya.

Politik hukum Islam, lanjut dia, tumbuh dan berkembang pasca kemerdekaan hingga saat ini. Orde Lama masih melanjutkan kebijakan politik hukum Hindia Belanda antara lain lahirnya Departemen Agama (kini Kementerian Agama) dan dasar hukum yang menjadi titik tolak lahirnya hukum perwakafan. Kemudian pada masa awal Orde Baru, lahirlah Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan pranata Islam (taqninul ahkam) mulai berkembang. Sedangkan pada era reformasi, mengalami perkembangan cukup signifikan dan mulai menjadi prioritas dengan dikeluarkannya berbagai regulasi yang masuk dalam subsistem hukum Indonesia.

“Beberapa peundang-undangan formal lahir yang substansinya merujuk pada hukum Islam, seperti KHI, pendirian Bank Muamalat, UU Zakat, UU Haji, perubahan UU Perkawinan, dan lainnya,” ungkap Zaenal. (EDT)