Sikut Juga Punya Zaman

Oleh: Nasuha Abu Bakar MA

Bagi rombongan yang lahir tahun 1960 pasti pernah mendengar istilah sikut sikutan atau kalau di dalam bahasa Arab terkait kajian ilmu Nahwu Sharaf ada istilah bina musyarokah mengandung makna saling sehingga kalau kata sikut menjadi saling sikut.

Istilah sikut menyikut atau saling sikut sangat populer digunakan oleh masyarakat ataupun perorangan yang menilai orang atau pihak lainnya dalam mencari rezeki tidak mengenal halal haram, hantam sana sini, tidak mengenal sahabat kalau sekiranya perlu disikat juga.

Perilaku sikut menyikut ataupun saling sikut menyikut bukan saja melanda orang orang yang berpenghasilan pas pasan. Mungkin saja bagi kelompok masyarakat yang sumber pendapatan dan penghasilan nya pas pasan akan menganggap wajar budaya sikut menyikut atau saling sikut menyikut walaupun tidak dibenarkan dalam pandangan agama, yang kadang gak habis pikir, sampai sampai pikiran saya habis bahkan buntu, kok bisa bisanya berbuat saling sikut menyikut padahal pendapatannya sudah lebih dari cukup, kata Kang Asep sambil mengerutkan keningnya.

Itulah yang disampaikan oleh baginda Rasul bahwa itu merupakan sifat cinta dunia dalam bahasa agama disebut hubbud dunia. Ada dua sifat tidak terpuji pada diri manusia, dan dua sifat ini sangat berbahaya bagi manusia. Yang pertama hubbud dunia, artinya cinta terhadap dunia, lebih tepatnya dimaknai tergila gila terhadap dunia. Namanya juga orang sedang tergila-gila, maka dia akan kehilangan kesadarannya. Akibatnya sikut sana sikut sini, mengabaikan halal haram.

Sifat yang kedua karohiyatul maut, tidak suka terhadap kematian. Memang semua manusia kalau ditawarkan kepadanya kematian pasti akan menolak, padahal dengan kematian seluruh tugas tugas berat sebagai manusia telah berakhir dengan terjadinya kematian. Kadang yang membingungkan, hidupnya susah, pendapatan cekak, kehidupan sulit, asmara kandas, kalau berdoa masih juga minta dipanjangkan umurnya, bukan minta diberkahi umurnya.

“Dua sifat tidak terpuji inilah yang menghalang-halangi manusia untuk meningkatkan kualitas kepribadiannya,” kata Pak Ustadz Dzul Birri.

Di musim pandemi sekarang, budaya main sikut semakin menjadi jadi, menjamur di mana-mana. Di kantor kantor bertemu sesama pegawai “ngadu sikut”, di pabrik, di pasar ketemu sesama karyawan, konsumen “ngadu sikut”. Di masjid pun tidak ketinggalan, jamaah bertemu dengan sesama jama’ah “ngadu sikut”.

Sekarang bukan saja mencari pendapatan yang menggunakan budaya “main sikut”  sampai sampai bersalaman pun menggunakan “sikut”. Alasannya khawatir tertular virus Corona bila dengan bersalaman atau dengan berjabatan tangan. Akhirnya mereka menggunakan “ngadu sikut”. Ada rasa khawatir dalam batin saya yaitu munculnya sikap “Yasykik” bimbang atau keragu raguan dalam mengamalkan tuntutan nabi. Bersalaman dan berjabatan tangan merupakan tuntunan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dengan alasan takut tertular ataupun menularkan virus sehingga lebih yakin dan merasa lebih aman dengan beradu sikut cara bersalamannya ketimbang dengan berjabat tangan. Lambat laun pola pikir umat akan berubah dengan tanpa ada perasaan telah meninggalkan bagian ajaran Nabinya. Begitu juga dengan shalat di rumah akhirnya dianggap lebih aman dan lebih baik dari pada di masjid. Ini namanya”Tasykik” terhadap ajaran agama nya sendiri.
“Sepertinya sikut juga punya zaman,” jelas Pakk Ustadz Dzul Birri

Wallaahu ‘alamu bish shawaab wa ilahil musta’aan

Sabiluna, Ahad 13 September 2020, pukul 13.30 WIB