Oleh: Taufiq Munir (Pengasuh Pondok Modern Daarul Hikmah, Tangerang)
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sejak jauh hari menegaskan bahwa ia akan ubah peta Timur Tengah. Karena itulah kesombongannya sampai pada titik ‘halu’ bahwa dengan pola dan aksi barbarian di Gaza dan Lebanon, ia dapat mengubah peta wilayah tersebut agar sesuai dengan persepsi, kepentingan entitas, serta personifikasi dirinya sebagai mesias negara Israel. Ia pikir ia akan mampu mencapai mimpi tersebut dengan tangan besi, lalu abaikan opini internasional jika semua upayanya hanya meningkatkan ketegangan di kawasan ataupun di dunia internasional. Ia tidak peduli dengan seruan global yang memperingatkan akan pecahnya perang regional yang luas yang dipastikan melibatkan kekuatan internasional. Semua tidak menghentikan provokasi yang mengakibatkan faksi-faksi di daerah terjadi bentrok terus menerus.
Dari sini kita sadar bahwa Netanyahu ingin memikat Amerika Serikat agar terlibat langsung dalam operasi militer. Dan tentunya tiap keterlibatan negara Paman Sam akan berdampak serius. Banyak yang meramalkan kawasan ini menjadi arena Perang Dunia ke-3.
Langkah terbaru Netanyahu untuk melancarkan serangan darat ke Lebanon dilakukan dalam (ke)rangka rencana untuk memperluas perang di wilayah tersebut. Dia ingin mencapai glorifikasi pribadi dengan melenyapkan faksi militan Palestina di Gaza, serta Hizbullah di Lebanon. Dia makin ‘pede’ bahwa dia akan sampai ke pulau harapan, meskipun bukti menegaskan bahwa sebenarnya dia sedang mendorong tentara Israel terjebak ke dalam rawa raksasa, yang, apabila terus maju, maka situasinya akan semakin panjang dan rumit, akan terjadi ekspansi dan okupasi, yang akibatnya akan menimbulkan kerugian besar bagi Israel baik secara militer, ekonomi, terlebih lagi politik.
Mengapa? Karena tentara Israel belum siap atau belum terbiasa dengan perang yang memakan waktu lama. Hingga kini mereka belum mendapatkan tujuan militer dan politiknya di Jalur Gaza yang begitu kecil dan terkepung. Mereka juga tidak mampu membebaskan para tahanan atau mengusir faksi-faksi bersenjata Palestina.
Kendatipun ia tidak dapat mencapai tujuannya di Gaza, ia kemudian memicu perang yang lebih sengit di Lebanon, dan Netanyahu berpikir bahwa peluang tersebut tidak boleh dilewatkan ketika badan intelijen dan keamanan Israel berhasil mencapai terobosan dan pembunuhan terhadap sekjen Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah.
Namun negara ini menerima dua pukulan kuat berturut-turut, yang pertama ketika Iran menyerang pangkalan militer Israel dengan 200 rudal balistik hipersonik. Sumber internasional mengonfirmasi bahwa sebagian besar dari rudal tersebut menembus Iron Dome dan mencapai sasarannya. Lalu serangan kedua terjadi ketika tiga kelompok komando elit Israel melakukan penyergapan di perbatasan Lebanon, dan puluhan orang terbunuh dan terluka, sebuah indikasi kuat bahwa petualangan menyerang Lebanon bukanlah sebuah piknik, melainkan akan menjadi perang yang sangat sulit yang akan terjadi. bisa menyia-nyiakan keberhasilan militer dan intelijen yang telah dicapai Israel bulan lalu.
Jika Netanyahu bersikeras untuk melanjutkan perang dan invasinya, dia akan tenggelam lebih dalam ke dalam kubangan perang yang tidak biasa, dan mendorong partainya dan Israel ke dalam pertaruhan yang berbahaya.
Karena itu, AS harus menahannya sebelum ia sendiri terlibat dalam perang yang bukan demi kepentingannya atau kepentingan negara-negara di kawasan. Jika tidak, maka kerugian akan menimpa banyak manusia.