
Dalam rangka meneguhkan fatwa Majelis Ulama Indonesia, MUI Banten menggelar acara Madrasah Fatwa yang diinisiasi oleh 3 Komisi yaitu Komisi Fatwa, Komisi Hukum dan Perundang-undangan serta Komisi Pengkajian dan Penelitian. Acara ini mengambil tempat di Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar Li Nahdlatil Ulama (MALNU) Pusat Menes dengan menghadirkan 3 pakar di bidangnya yaitu KH. Imaduddin Utsman, M.A yang popular dengan teori Nasabnya, Dr. Nandang Kosim, M.A. Akademisi dan Aktifis yang juga Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian serta Direktur Pasca Sarjana UNTIRTA, Prof. Dr. Aan Asphianto. Diskusi dipandu oleh KH. Irsyad al-Faruqi, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Banten, 14 November 2023.
Ketua Umum MUI Banten KH. Tb. Hamdi Ma’ani Rusydi, menyampaikan bahwa memberikan Fatwa merupakan salah satu fungsi MUI yang utama, membahas tentang masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam umumnya. Dalam sambutannya beliau menegaskan bahwa Fatwa MUI dikeluarkan selain memenuhi permintaan fatwa dari perseorangan maupun lembaga juga dikeluarkan fatwa, nasihat atau rekomendasi untuk merespon berbagai persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Respon terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terutama ditujukan terhadap berbagai kebijakan baik yang telah diambil dan ditetapkan berbagai perundangan-undangan maupun yang sedang dibahas dalam peraturan daerah”, ujarnya saat menyampaikan sambutan opening speech Madrasah fatwa.
“Salah satu syarat menetapkan fatwa adalah harus memenuhi metodologi (manhaj) dalam berfatwa, karena menetapkan fatwa tanpa mengindahkan manhaj termasuk yang dilarang oleh agama. Sebuah fatwa yang ditetapkan tanpa mempergunakan metodologi, keputusan hukum yang dihasilkannya kurang mempunyai argumentasi yang kokoh. Oleh karena itu, implementasi metode dalam setiap proses penetapan fatwa merupakan suatu keniscayaan”, lanjut Ketua Umum sebelum membuka acara secara resmi.
Sementara itu, KH. Imaduddin Utsman dalam paparannya menyebutkan bahwa ada empat prinsip utama dalam berfatwa bagi MUI yaitu Fatwa harus bersifat tafshili (terperinci dan Sintematis), Daliliy (argumentative), Waqi’iy (kontekstual), dan Tatbiqiy (aplikatif). Untuk memenuhi prinsip itu, perlu ditempuh analisis menyeluruh sebelum menentukan hukum dari fatwa. “Deskripsikan dulu masalahnya, fahami secara benar akar masalah, setelah difahami rumuskan permasalahannya, dimana titik kritisnya, lihat dampak sosial keagamaan dari fatwa tersebut”, tambahnya lebih jauh tentang metodologi berfatwa.
Ada beberapa kategori dalam permasalahan fatwa ini, yang menurut Ki Imad terbagi menjadi 4 yaitu : a) ma’lum min ad-din bidhdharurah yaitu masalah yang telah jelas hukum dan dalilnya. Maka cara berfatwanya dengan menetapkan hukum sebagaimana adanya seperti hukum makanan yang mengandung babi, maka hukumnya haram setelah diperiksa di laboratorium ia mengandung babi. b) Mansush muttafaq ‘alaih yaitu yang sudah disepakati para ulama seperti kesepakatan para ulama dan mujtahid atas diharamkannya minyak babi, c) Mansush mukhtalaf ‘alaih yaitu pemahaman terhadap teks yang diperdebatkan dan yang d) Mas’alah ghair manshushah yaitu yaitu masalah yang tidak ada teksnya,
Sementara itu, dalam paparan yang lain, Dr. Nandang Kosim lebih menyoroti pada pentingnya MUI dalam mengeluarkan Fatwa tentang aliran sesat. Menurutnya MUI harus memiliki ketegasan langkah yang dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i maupun hukum, sehingga prosedur penegakan hukum terhadap aliran sesat sebagai tindak lanjut penetapan kesesatan suatu aliran, dapat berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. “Jadi Sebelum penetapan kesesatan suatu aliran atau kelompok, terlebih dahulu MUI melakukan Pengkajian dan penelitian oleh Komisi Pengkajian dan Penelitian dengan cara mengumpulkan data dan informasi, melakukan klarifikasi dan pemanggilan terhadap pimpinan kelompok atau aliran tersebut. menghadirkan saksi ahli atas berbagai data, informasi, dan bukti yang diperoleh., untuk selanjutnya hasil penelitian disampaikan kepada Dewan Pimpinan MUI”, Begitu paparannya saat menjelaskan tata cara (manhaj) dalam pengkajian dan penelitian MUI.

Dalam kesempatan terpisah, Dr. H. Endang Saeful Anwar, Sekretaris Umum MUI Banten menambahkan tentang respon MUI terhadap Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina. Baginya, fatwa ini tentu sudah melalui kajian mendalam para ulama dan ahli dengan memperhatikan aspek-aspek kritis dalam penetapan sebuah hukum fatwa. Maka seyogyanya bagi umat Islam terutama pengurus MUI untuk mempedomani fatwa tersebut, walaupun secara ketentuan bahwa fatwa itu ghair ilzam (tidak mengikat), tapi secara moral tentu harus kita dukung dan bahkan kita usulkan agar menjadi inspirasi pemerintah dalam menentukan sebuah kebijakan ataupun peraturan sehingga bisa mengikat.
Editor : AR



